Ekonomi

Sulteng Jadi Juara Pertumbuhan Ekonomi 2016

1163
×

Sulteng Jadi Juara Pertumbuhan Ekonomi 2016

Sebarkan artikel ini
Aktivitas ekspor inpor di pelabuhan Pantoloan.(Foto:Abdee/KabarSelebes.com)
Aktivitas ekspor inpor di pelabuhan Pantoloan.(Foto:Abdee/KabarSelebes.com)

JAKARTA, KabarSelebes.com – Puncak pertumbuhan ekonomi antarprovinsi bukan sepenuhnya didominasi Jakarta atau daerah di pulau Jawa. Sulawesi Tengah (Sulteng) menjadi provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi sepanjang 2016. Itulah data yang dilansir BPS pada Februari lalu.

Laju pertumbuhan Sulteng hingga kuartal keempat 2016 nyaris mendekati angka dua digit, 9,98 persen. Sedangkan pertumbuhan terendah ditempati oleh provinsi Kalimantan Timur dengan laju pertumbuhan -0,38 persen.

Perhitungan yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam mengukur laju pertumbuhan itu bukan hanya pada jumlah capaian nilai rupiah total semata. Namun juga mengukur tingkat pertumbuhan seluruh sektor usaha dalam bentuk prosentase dengan capaian dalam masa tertentu.

Secara keseluruhan dari nilai prosentase laju pertumbuhan seluruh provinsi itu menjadi nilai pertumbuhan Indonesia. Pada 2016 laju pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kenaikan menjadi 5,02 persen. Prosentase ini lebih tinggi dari tahun sebelumnya dengan pertumbuhan 4,88 persen. Nilai prosentase itu diukur berdasarkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan. PDB Indonesia pada tahun 2016 mencapai Rp9.433,0 triliun.

Grafik berikut menunjukkan hasil perhitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) BPS seluruh provinsi sepanjang 2016. Angka pada grafik menggunakan angka PDRB atas dasar harga konstan.

Tertinggi dari pertanian, kehutanan, dan perikanan
Pada 2016, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah banyak disokong oleh sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Nilai kenaikan mencapai 2,4 persen dari 2015, atau meningkat sebesar Rp26,93 triliun.

Penyokong ekonomi terbesar Sulawesi Tengah tahun lalu juga berasal dari sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Namun pertumbuhan tertinggi berasal dari sektor pertambangan dan penggalian, dengan kenaikan sebesar 35,1 persen dari tahun 2015 atau sebesar Rp12,46 triliun.

Jumlah kenaikan yang nyaris sama berasal dari sektor industri pengolahan sebesar Rp10,97 triliun pada 2016. Perkembangan sektor industri di wilayah ini dimulai sejak 2014 dan diperkirakan rampung pada 2018, yakni pembangunan kawasan industri Morowali yang prediksi menyerap investasi sebesar Rp78 triliun dan 80 ribu tenaga kerja.

BACA JUGA :  Coba Bebaskan Kawannya dari Sandera, Petani di Parimo Tewas Ditembak OTK

Kawasan industri Morowali setiap tahunnya mampu memberikan pemasukan pajak dengan nilai tinggi. Seperti yang dikutip dari Vivanews, kawasan industri Morowali pada 2017 menyetor pajak sebanyak Rp1,7 triliun dan diprediksi mencapai Rp2,5 triliun untuk tahun depan.

Pada 2016, jumlah tenaga kerja sektor industri mengalami lonjakan sebesar 67 persen dari 2015. Tenaga kerja sektor industri ini pada 2016 sebanyak 89.776 orang, sebelumnya pada 2015 terdapat 53.896 orang pekerja industri.

Meningkatnya pekonomian di Sulawesi Tengah ini juga ditandai dengan peningkatan kepemilikan kendaraan bermotor. Dalam data BPS disebutkan, jumlah rumah tangga yang memiliki mobil mengalami pertumbuhan, pada 2015 sebanyak 6,24 persen dan 2016 menjadi 6,39 persen.

Akibatnya kepemilikan sepeda motor oleh warga meningkat sebesar dua persen. Pada 2015 kepemilikan sepeda motor di Sulawesi Tengah sebesar 66,52 persen dan 2016 sebesar 68,52 persen. Kemudian terdapat penurunan pengangguran terbuka sebanyak dua persen dalam rentang 2015 ke 2016. Karenanya jangan heran bila jalanan di Sulteng mulai ramai dengan deru sepeda motor.

Perekonomian Sulawesi Tengah pada 2016 berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp120,33 triliun dan PDRB perkapita tercatat sebesar Rp41,15 juta atau 3.092,71 dolar AS.

Tergerusnya sektor pertambangan
Bila Sulteng memuncaki pertumbuhan ekonomi antarprovinsi pada 2016, Kalimantan Timur, justru berada di sebaliknya. Provinsi yang sempat menyeruak pertumbuhan ekonominya pada dekade lalu, kini terpuruk di angka paling bawah. Pertumbuhan ekonomi Kaltim minus 0,38 persen.

Lesunya industri pertambangan menjadi salah satu penyebab menurunnya pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur pada 2016. Berita Resmi Statistik BPS Kalimantan Timur menyebutkan sektor industri pertambangan tergerus sebesar -3,5 persen dengan nilai penurunan 212,65 triliun sepanjang 2016.

BACA JUGA :  Pengungsi Asal Sulteng Mulai Tinggalkan Makassar

Sektor lain yang mengalami penurunan yakni, sektor konstruksi sebesar -3,4 persen, administrasi pemerintahan -3,1 persen, dan jasa perusahaan -4,3 persen.

Bergantungnya ekonomi Kalimantan Timur pada sektor pertambangan ini, memiliki dampak beruntun terhadap sektor lainnya. Seperti yang dialami industri perkapalan yang mengalami penurunan aktivitas.

Meski mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi, bukan berarti penduduk di wilayah itu lalu jatuh miskin. Dalam laporan Triwulan I BPS 2017 menyebutkan, jumlah penduduk miskin di Kalimantan Timur justru mengalami penurunan sejak 2015 dengan prosentase 6,23 persen menjadi 6,00 persen pada 2016. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2015 sebesar 212,89 ribu dan pada September 2016 menjadi 211,24 ribu orang.

Kondisi di Kaltim, memang seperti anomali. Sebab laju pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 16 sektor yang dihitung BPS di 34 provinsi, sepanjang 2016, beberapa daerah malah mengalami peningkatan tertinggi dari sektor pertambangan dan penggalian. Bahkan peningkatannya mencapai dua digit angka prosentase.

Sebanyak lima provinsi yang menikmati peningkatan laju ekonomi dari sektor pertambangan dan penggalian hingga dua digit adalah: Sulawesi Tengah sebesar 35,1 persen; Jawa Tengah sebesar 18, 7 persen; Kalimantan Barat 17,6 persen; Jawa Timur sebesar 14,2 persen; Papua 13,2 persen, dan Sulawesi Barat sebesar 10,1 persen.

Hal yang perlu diperhatikan dalam melihat capaian laju pertumbuhan ekonomi antarprovinsi ini, adalah tidak membandingkan prosentase pertumbuhan ekonomi provinsi satu dengan yang lain. Karena memang tidak seperti apel dengan apel. Perbandingan prosentase pertumbuhan ekonomi, akan adil dan setara bila untuk mengevaluasi pertumbuhan tiap periode di provinsi yang sama.

Yang menjadikan nilai tiap prosentase satu provinsi dengan provinsi yang lain berbeda, adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Sekadar contoh: Pertumbuhan Sulteng dengan laju pertumbuhan PDRB 9,98 persen dibandingkan dengan DKI Jakarta dengan pertumbuhan 5,85 persen pada 2016.

BACA JUGA :  Ansorpreneur, Ini Kiat Ansor Sulteng Ciptakan Usahawan Muda

Meski secara prosentase kecil, namun nilai PDRB Jakarta tetap lebih besar. Jakarta dengan pertumbuhan pengadaan listrik dan naik 2,3 persen, nilainya setara dengan Rp1,90 triliun. Sedangkan Sulawesi Tengah pada sektor yang sama naik sebesar 6,1 persen nilainya hanya Rp0,04 triliun.

Pengukuran ekonomi wilayah yang dilakukan BPS dikenal dengan istilah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. Terdapat 16 sektor yang diukur dalam perhitungan PDRB (lihat grafik untuk detail).

Dari hasil PDRB untuk seluruh provinsi di Indonesia ini kemudian digabung menjadi satu yang dikenal sebagai Produk Domestik Bruto (PDB). Dari laporan yang dilansir tiap kuartal ini didapatkan nilai pertumbuhan nasional dalam masa hitung tahunan (empat kuartal).

Dalam perhitungan PDRB yang dilakukan BPS, secara konseptual menggunakan tiga pendekatan, yakni pendekatan produksi, pendekatan pengeluaran, dan pendekatan pendapatan. Pada dasarnya, PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu daerah.

Yang patut dicermati dari peta pertumbuhan ekonomi antarprovinsi tahun 2016, adalah potensi pertumbuhan ekonomi telah menyebar ke berbagai wilayah bahkan sampai ke Timur. Bahkan lima provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi, semuanya berada di wilayah Timur: Sulawesi Tengah, Papua, Sulawesi Selatan, Gorontalo dan Sulawesi Tenggara.

Keinginan agar wilayah-wilayah Timur akan mengejar ketertinggalannya dari wilayah lain bukan sekadar mimpi. Pada saatnya akan terwujud.

Sumber: Beritagar.id