Pilihan

Nilai Tukar Petani Sulteng Turun 0,82 Persen

230
×

Nilai Tukar Petani Sulteng Turun 0,82 Persen

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi
Ilustrasi

PALU,KabarSelebes.com – Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) selama Juli 2017 sebesar 93,02persen, turun 0,82persen dibandingkan NTP bulan lalu.

Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sulteng, Faisal Anwar hal tersebut disebabkan oleh penurunan NTP pada seluruh subsektor kecuali subsektor peternakan.

Sedangkan Indeks harga yang diterima petani (It)turun sebesar 0,19 persen sementara indeks harga yang dibayar petani (Ib) naik sebesar 0,69persen.

“NTP tertinggi terjadi pada subsektor hortikultura sebesar 110,45persen, sedangkan NTP terendah terjadi pada subsektor tanaman perkebunan rakyatsebesar  79,35persen,” ungkapnya kepada awak media, Selasa, (1/8/2017) di Aula Kantor BPS Sulteng.

Untuk Nilai Tukar Usaha Rumahtangga Pertanian (NTUP) sebesar 104,52 persen atau mengalami penurunan sebesar 0,32 persen dibandingkan Juni2017.

Di tingkat nasional, NTP bulan Juli 2017 mengalami kenaikan sebesar 0,12 persen, demikian pula dengan NTUP bulan Juli2017mengalami kenaikan sebesar 0,15 persen.

“Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar Usaha Petani di tingkat nasional pada bulan Juli 2017 masing-masing sebesar 100,65 dan 109,75,” terangnya.

 Ia menjelaskan, NTP berperan sebagai indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di pedesaan, merupakan persentase yang diperoleh dari perbandingan antara indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib).

“NTP menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian terhadap barang dan jasa baik yang dikonsumsi oleh rumahtangga maupun untuk keperluan produksi pertanian,” imbuhnya.

Sehingga, lanjutnya, semakin tinggi NTP secara relatif semakin kuat tingkat kemampuan atau daya beli petani. Sedangkan NTUP diperoleh dari perbandingan antara indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib), tanpa memperhitungkan pengeluaran untuk konsumsi rumahtangga.

“Dengan demikian, NTUP diharapkan lebih mencerminkan kemampuan daya tukar hasil produksi rumahtangga petani terhadap pengeluaran biaya selama proses produksi.”tandasnya. (Sarifah Latowa)