Sulawesi Tengah

Terbelakang Mental, Pria di Poso Dirantai Selama 15 Tahun

776
×

Terbelakang Mental, Pria di Poso Dirantai Selama 15 Tahun

Sebarkan artikel ini
Agus Spriedi alis Edi (39) warga desa Pandajaya, Kecamatan Pamona Selatan, Kabupaten Poso Sulawesi Tengah yang dipasung keluarganya.(Foto:Dok Palu TV)
Agus Spriedi alis Edi (39) warga desa Pandajaya, Kecamatan Pamona Selatan, Kabupaten Poso Sulawesi Tengah yang dipasung keluarganya.(Foto:Dok Palu TV)

POSO, KabarSelebes.com – Provinsi Sulawesi Tengah hingga kini masih menjadi salah satu provinsi yang ​belum bebas pasung, padahal Pemerintah telah menargetkan Indonesia bebas Pasung pada 2019. Salah satu kasus pasung ditemukan di wilayah Kabupaten Poso, terhadap seorang warga berusia 39 tahun yang telah di rantai pasung dalam 15 tahun terakhir akibat masalah kejiwaan.

Dialah Agus Spriedi alis Edi (39) warga desa Pandajaya, Kecamatan Pamona Selatan, Kabupaten Poso Sulawesi Tengah. Setiap hari setidaknya dalam 5 tahun terakhir, ia menghabiskan hari-harinya di bagian belakang rumah ibunya dan hanya dapat bergerak sejauh maksimal 2 meter karena sebuah rantai baja mengikat kaki kirinya.

BACA JUGA :  Iskandar Nongtji: Saya Terpanggil Memajukan Kota Palu

Dari titik tambatan rantai, Edi dapat bergerak untuk menjangkau bak penampungan air yang digunakannya untuk mandi, maupun untuk kebutuhan buang hajad. Sementara untuk tempat tidur ia memanfaatkan sebuah kolong dari bangunan beton yang dibuat oleh keluarganya.

Sesuatu yang menarik dari Edi adalah ia sangat menyukai kamera sehingga cukup memudahkan ketika wartawan mendokumentasikan kondisinya tersebut.

Rantai pasung itu terpaksa dikenakan ke Edi oleh pihak keluarga untuk mencegahnya berkeliaran ke luar rumah, karena bila merasa tersinggung oleh ledekan anak-anak, pria berbadan besar itu akan mengamuk dan melempar batu kepada siapa saja.

Menurut Sumiati salah satu kerabat Edi menuturkan, pemasangan rantai pasung itu sudah diberlakukan terhadap Edi sejak tahun 2000. Saat itu ia masih biasa dibawa ayahnya keluar rumah. Namun sejak ayahnya sakit karena stroke dan munculnya benjolan besar seukuran batok kelapa di punggungnya Edi sudah tidak lagi keluar rumah dan terus terikat pada kaki kirinya.

BACA JUGA :  Pemkab Tolitoli Evaluasi Realisasi PAD

“Rantai itu dipasang supaya Edi tidak mengganggu orang lain,” kata Sumiati.

Pihak Keluarga berharap keberadaan Edy sebagai penyandang disablitas mental itu akan mendapatkan perhatian Pemerintah apalagi saat ini Pemerintah Indonesia menargetkan Indonesia bebas pasung pada 2019. Melalui Gerakan Stop Pemasungan Pemerintah berupaya untuk mencegah penyandang disabilitas mental mengalami pemasungan dan pemasungan kembali, serta mendapatkan rehabilitasi medis dan sosial, sehingga fungsi sosialnya bisa pulih kembali

BACA JUGA :  VIDEO: Adelia Wilhelmina, Istri Pasha Ungu Divonis Melanggar Administrasi Pemilu

Umumnya Pemasungan terjadi karena masih rendahnya pengetahuan keluarga dan masyarakat tentang penyakit gangguan jiwa yang dialami oleh penyandang disabilitas mental.

Sempat dia sekolah sampai kelas dua, maksudnya keterbelakangan mentalnya itu sudah mulai kelihatan. Dia di pasung alasannya dulu kan sekitar tahun 2000 itu kami dari keluarga kan tidak mungkin kita mau kasih dia keluar, waktunya kerusuhan itu, supaya tidak mengganggu. Kalau dia dipasung yang tidak pernah keluar itu sudah 5 tahun terakhir. Kemarin ini kan memang ada program macam dari Dinas Sosial dengan kesehatan itu kan bebas pasung jadi itu kemarin.(YO/PALUTV)