Internasional

20 Tahun Deklarasi HAM PBB, Eva Bande: Stop Kriminalisasi Perempuan Aktivis HAM

904
×

20 Tahun Deklarasi HAM PBB, Eva Bande: Stop Kriminalisasi Perempuan Aktivis HAM

Sebarkan artikel ini

NEW YORK – Kabar Selebes – Aktivis perempuan garis depan yang mewakili lebih dari 20 delegasi akan mengingatkan negara-negara anggota tentang kewajiban hukum mereka untuk melindungi hak asasi manusia pada peringatan ulang tahun ke-20 deklarasi hak asasi manusia (HAM).

“Pertemuan berlangsung di Markas Besar PBB dk New York Amerika Serikat, 25 Juli 2018. Pertemuan dipimpin Pelapor Khusus PBB untuk Perlindungan Hak Asasi Manusia Mr Michel Forst,” kata Eva Bande, aktifis agraria dari Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah, Indonesia, Sabtu dinihari, 28 Juli 2018 dalam ketetangan tertulis yang diterima Kabarselebes.

Menurut Eva Bande, perempuan dari Guatemala, Nikaragua, Suriah, India, Filipina, Amerika Serikat dan negara-negara bangsa lainnya dijadwalkan untuk membagikan kesaksian mereka tentang kekerasan dan keadaan komunitas mereka di tengah meningkatnya fundamentalisme, populisme politik, dan pemerintahan otoriter yang tidak terkendali. Mereka juga akan berbagi strategi mereka untuk perlindungan dan rekomendasi kolektif.

BACA JUGA :  Seleksi PBSB 2017 Jaring 26 Santri Ponpes di Sulteng

Dijelaskan Eva Bande, hadir pula koalisi hak asasi manusia dan organisasi non-pemerintah seperti Amnesty International, Asosiasi Hak-hak Perempuan dalam Pembangunan, JASS, Konsorsium Dana Suster Tindakan Mendesak (Dana Aksi Mendesak dan Dana Aksi Segera – Amerika Latin), dan Layanan Internasional untuk Hak Asasi Manusia berkolaborasi dengan Pelapor Khusus PBB untuk Pembela Hak Asasi Manusia untuk menyediakan ruang bagi diskusi ini selama sesi ke-22 Kelompok Kerja PBB tentang diskriminasi terhadap perempuan dalam hukum dan dalam praktiknya.

“Pada tahun lalu, lebih dari 300 pembela hak asasi manusia telah dibunuh untuk pekerjaan politik mereka. Tujuan dari acara tingkat tinggi ini adalah untuk memfasilitasi partisipasi langsung para aktivis akar rumput di ruang PBB,” kata Eva.

BACA JUGA :  Deputi Bidang Strategi LKPP RI Hadiri Pembukaan Rapat Kerja LPSE Se-Sulteng

Secara historis, PBB telah dikritik karena birokrasinya dan tubuh politiknya tetapi kelompok-kelompok hak asasi perempuan berkomitmen untuk meningkatkan aksesibilitas PBB sebagai platform dengan memastikan bahwa pengalaman aktivis garis depan menginformasikan kebijakan, dan bahwa mereka dan pekerjaan mereka dilindungi.

“Negara harus segera menghentikan kriminalisasi terhadap perempuan aktifis pembela HAM dengan cara menghapus dan mengkoreksi berbagai regulasi yang berpotensi untuk memenjarakan mereka dan juga rakyat yang sedang berjuang untuk keadilan sumber-sumber agraria”, himbau Eva Bande.

Lanjut Eva Bande, PBB juga harus dapat memastikan bahwa negara menjalankan deklarasi, konvensi atau regulasi internasional tentang HAM.

“Selain itu, PBB juga harus memberikan peringatan terhadap korporasi-korporasi yang melanggar HAM,” tegas Eva Bande.

Deklarasi tentang Pembela Hak Asasi Manusia telah memberikan kelompok-kelompok hak asasi manusia dan aktivis dengan teks pragmatis yang kuat untuk memperdebatkan perlindungan mereka.

BACA JUGA :  Jual Sabu ke Petani dan Anak-anak, Warga Abbajareng Tolitoli Diamankan Polisi

Ini menekankan bahwa gerakan hak asasi manusia global melibatkan kita semua. Namun kekerasan sistemik terus meningkat di seluruh dunia, dan para pembela HAM perempuan menghadapi diskriminasi berbasis jender tambahan ketika mereka melangkah keluar dari apa yang ditentukan sebagai peran yang sesuai secara sosial bagi perempuan.

Khususnya, aktivis perempuan yang mempromosikan kesehatan seksual dan reproduksi dan mencela tindakan proyek-proyek kapitalis seperti penambangan dan penebangan menghadapi risiko dan pembalasan serius.

Gerakan-gerakan fundamentalis tidak membatasi skala atau kecepatan mereka pada tahun 2018, tetapi upaya-upaya para perempuan yang berani dan teguh tidak berjuang untuk membongkarnya.(***/ptr)

Eva Bande, aktivis perempuan asal Sulawesi Tengah sedang berbicara di Forum PBB (atas), suasana pertemuan di Markas Besar PBB, New York Amerika Serikat, 25 Juli 2018.(Courtesy Eva Bande)