PALU, Kabar Selebes – Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Tengah meyakini data-data yang dihasilkannya layak untuk digunakan berbagai kalangan. Data dihasilkan dari tenaga-tenaga lapangan yang aktif melakukan pencacahan dan dikelola secara independen.
Hal itu dikatakan Kepala BPS Sulawesi Tengah Faizal Anwar di sela-sela Seminar Hari Statistik Nasional 2018 di The Sya Hotel Regency Palu, Senin (24/9).
Menurut Faizal Anwar, sejauh ini BPS Sulteng memiliki 300 orang tenaga lapangan yang bertugas melakukan pendataan. Dari merekalah data-data kemudian diolah.
“Kita dorong masyarakat ikut memberikan informasi yang benar kepada petugas cacah. Bila informasi atau data yang dibetikan bohong atau tidak valid, maka hasilnya pun tidak benar,” ujar Faizal.
Pembicara yang juga akademisi Fakultas Ekonomi Universitas Tadulako Dr Mauled Moelyono mengatakan saat ini data-data menjadi kebutuhan penting di kampus.
“Bila ada mahasiswa butuh data, saat ini tidak sulit lagi. Bisa langsung ke BPS atau melalui online,” ujar Mauled.
Menurut Mauled Moelyono, peran data pembangunan ada tiga poin. Pertama, sebaga bahan rujukan utama dalam membuat keputusan dan merumuskan kebijakan, baik dalam perencanaan, pelaksanaan mauoun dalam evaluasi pembangunan. Kedua, alat ukur kinerja pembangunan, pendapatan riil per kapita, indeks daya saing, indeks kemandirian, IPM, IKM dan IPG, serta sebagai bahan utama dalam membuat proyeksi suatu keadaan di masa depan.
Menurut Mauled, Universitas Tadulako sebagai salah satu pengguna data meliputi 1.345 orang dosen dan kelompok mahasiswa sebesar 32,692 orang pada 2017. Kelompok pengguna ini tersebar pada 78 prodi, 11 fakultas dan satu Program Pascasarjana.
Berdasarkan tuntutan dan kualitas regulasi pembangunan serta konsekwensi dari berbagai kecenderungan yang muncul akibat dari adanya ekonomi digital dan gelombang industri 4.0, maka kebutuhan data akan semakin meningkat, baik kualitas maupun kuantitasnya.
Dosen Statistika Fakultas MIPA Universitas Tadulako Junaidi, SSi, MSi, PhD mengingatkan, revolusi industri 4.0 harus disikapi dengan hari-hati karena bisa menimbulkan degradasi moral.
Junaidi mengatakan era industri 4.0, saat ini dalam setiap menit menghasilkan lebih dari 204 juta email, $USD 272 ribu dihabiskan untuk e-commerce, lebih dari 2 juta permintaan pencarian Google, 48 jam video YouTube baru, 684 ribu bit konten dibagi (share) di Facebook, dan lebih dari 100 ribu tweet.
Revolusi industri 4.0, kata Junaidi berlangsung sejak tahun 1784 (revolusi industri pertama melalui pengenalan produksi mekanis fasilutas dengan bantuan air dan tenaga uap, jalur perakitan pertama tahun 1870 (revolusi industri kedua melalui pengenalan produksi massal dengan bantuan tenaga listrik, era 1969 (tevolusi industri ke-3, melalui penerapan elektronik dan teknologi industri untuk lebih lanjut untuk mengotomatiskan produksi, dan era revolusi industri 4.0 atas dasar cyber system produksi fisik (CPPS), penggabungan dunia nyata dan virtual. (ptr)
Pakar Statistik FMIPA Universitas Tadulako Junaidi, PhD saat memaparkan materi pada Seminar Hari Statistik Nasional 2018, Senin. Foto Patar