Tutup
Nasional

Gempa di Palu Paling Mematikan di Dunia, Menurut Perusahaan Asuransi Jerman

1682
×

Gempa di Palu Paling Mematikan di Dunia, Menurut Perusahaan Asuransi Jerman

Sebarkan artikel ini
Lokasi likuefaksi Balaroa Palu barat.(Foto: KabarSelebes.id)
Foto3
Pascagempa melanda Sulawesi Tengah, terjadinya likuifaksi hingga meluluhlantakan sebuah daerah yang menjadi rata dengan tanah. Foto: Digital Globe

MUNICH, Kabar Selebes – Perusahaan asuransi Jerman, Munich Re, Selasa (8/1/2019), merilis data kerugian dan jumlah korban tewas akibat bencana alam yang terjadi di seluruh dunia sepanjang 2018.

Hasilnya, kerugian yang ditimbulkan dari bencana mencapai 160 miliar dolar AS atau sekitar Rp2.227 triliun dengan jumlah korban tewas lebih dari 10.400 jiwa.

Namun angka tersebut masih jauh di bawah nilai kerugian bencana alam pada 2017 yang mencapai 350 miliar dolar AS. Tingginya kerugian pada tahun itu disebabkan badai yang menerjang berbagai negara, terutama di Pasifik.

Untuk 2018, kerugian terbesar masih dialami Amerika Serikat yang diterjang beberapa kali badai dan kebakaran besar. Bahkan kebakaran yang terjadi di California termasuk yang terbesar.

Nilai kerugian akibat kebakaran hutan di California mencapai 24 miliar dolar AS, sementara Badai Florence dan Michael menelan kerugian total 30 miliar dolar AS.

Sementara itu kebakaran ‘Camp Fire’ pada November lalu menelan kerugian 16,5 miliar dolar AS. Bencana itu juga merenggut 86 nyawa.

Tumbuhnya kerugian akibat kebakaran hutan sejalan dengan panjangnya musim panas dan kekeringan.

“Banyak ilmuwan melihat adanya hubungan antara perkembangan (musim panas) dengan perubahan iklim,” kata Ernst Rauch, kepala bidang iklim dan geosains Munich Re, dikutip dari AFP, Rabu (9/1/2019).

Bertumbuhnya permukiman di dekat kawasan hutan, lanjut dia, juga meningkatkan risiko kerugian dari bencana kebakaran. Apalagi pemilik rumah di kawasan itu merupakan kalangan elite, bahkan di antara mereka merupakan artis.

Sementara itu, dari jumlah korban tewas, gempa bumi dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, pada September 28 merupakan yang terbesar, yakni merenggut lebih dari 2.100 nyawa. Ini berarti sekitar 20 persen dari total korban meninggal akibat bencana alam berasal dari gempa dan tsunami Palu.

Munich Re menyoroti, jumlah korban bencana alam pada 2018 jauh di bawah rata-rata yakni 53.000 jiwa pada 30 tahun sebelumnya.

Ini mengindikasikan, langkah antisipasi dan penanggulangan yang diambil berbagai pihak untuk menekan jumlah korban semakin baik.

“Dari perspektif global, langkah-langkah untuk melindungi kehidupan manusia mulai berlaku,” bunyi pernyataan Munich Re.

Secara keseluruhan, badai dan topan masih menjadi bencana alam paling membahayakan dalam hal jumlah korban dan nilai kerugian, termasuk di luar AS.

Topan super atau berkategori 5 Mangkhut yang juga dikenal dengan ‘Ompong’ menewaskan 100 orang di Filipina pada September.

Jebi, satu dari tujuh topan besar yang menyerang Jepang, menyebabkan kerugian senilai 12,5 miliar dolar.

Sementara jumlah korban meninggal terbanyak kedua juga masih disebabkan oleh tsunami yakni terjadi di Banten dan Lampung pada akhir Desember menewaskan setidaknya 400 orang.

Sementara Jepang menderita kerusakan lebih dari 9 miliar dolar AS akibat dua gempa bumi sepanjang 2018, termasuk di Hokkaido.

Eropa termasuk kawasan yang relatif aman dan dari bencana alam besar. Namun kekeringan musim panas yang panjang menyebabkan kerugian sebesar 3,9 miliar dolar, terutama di sektor pertanian dan peternakan. Selain itu, surutnya air sungai turut bedampak pada laju perekonomian yakni terhambatnya arus lalu lintas barang.

Musim panas dan kering juga berkontribusi terhadap kebakaran hutan hebat di Skandinavia.(INEWS)

Silakan komentar Anda Disini….