PALU, Kabar Selebes – Pasangan Suami Istri asal Desa Labuan Toposo, Kecamatan Labuan, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, akhirnya dapat bernafas lega, membawa bayi mungil mereka untuk pulang ke rumah mertua di Desa Labuan Toposo, Kamis (10/1/2019) petang.
Pasangan suami istri Saparuddin (36) dan Fitri (32) sempat tertahan di rumah sakit Anutapura Palu, karena tidak punya biaya lagi untuk membayar jasa medis bagi bayi mereka, yang dilahirkan sang ibu melalui operasi sesar, Senin (7/1) pagi.
Tidak hanya biaya rumah sakit bagi bayi, ongkos hidup dan pulang ke rumah saja menjadi beban Saparuddin yang tidak punya keluarga seorang pun di Palu.
Saparuddin kemudian menceritakan permasalahannya kepada beberapa orang jurnalis di Kota Palu, hanya untuk meringankan beban pikiran, yang membuat dirinya tidak bisa tidur sejak anak ketiganya itu lahir.
“Saya sudah mencoba menelpon bos tempat kerja saya di Kalimantan untuk meminta pinjaman uang, tapi belum ada dikirimkan,” kata Saparuddin memulai pembicaraan, Kamis (10/1/2019) pagi.
Saparuddin pun menceritakan kronologis kejadian sejak dirinya tiba di Palu, Minggu (6/1/2019) malam.
Saparuddin mengantarkan sang istri yang sedang hamil ke Puskesmas Labuan karena sudah mengeluh sakit perut. Oleh puskesmas, Fitri dirujuk untuk tindakan operasi ke rumah sakit Undata, Kota Palu.
Tiba di rumah sakit Undata, pihak rumah sakit tidak bisa menerima dengan alasan tidak adanya dokter.
Fitri kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Anutapura Palu dan masuk ke IGD kebidanan pada Minggu sekitar pukul 7 malam.
Pada Senin (7/1/2019) pukul 09.00 Wita, rumah sakit melakukan tindakan operasi sesar untuk mengeluarkan bayi yang lahir selamat dengan jenis kelamin laki-laki.
Rabu (9/1/2019), Saparuddin bermohon kepada rumah sakit untuk pulang membawa bayi dan istrinya kembali ke rumah.
Namun saat itu, rumah sakit belum memperbolehkan bayi keluar rumah sakit, karena belum ada jaminan pembayaran dari BPJS Kesehatan. Pihak rumah sakit menyarankan untuk mengurus jaminan pembayaran di kantor BPJS Kesehatan cabang Palu.
Sementara, untuk Fitri, ibu sang bayi, telah mendapatkan jaminan pembayaran jasa medis dari BPJS Kesehatan, karena menggunakan kartu Indonesia Sehat (KIS).
Di hari yang sama, Rabu (9/1), Saparuddin meminta pertolongan kepada seseorang yang dianggap sebagai keluarga, untuk mendatangani kantor BPJS Kesehatan dan mendaftarkan bayinya agar mendapatkan surat jaminan.
Namun, saat itu, pihak BPJS Kesehatan tidak dapat mendaftarkannya, karena nomor identitas di kartu tanda kependudukan (KTP) dan di Kartu Keluarga tidak sama.
Saparuddin, hanya menggunakan kartu keluarga sementara yang dikeluarkan oleh pemerintah desa.
Upaya Mediasi
Mendengarkan dan mencatat kronologis dari Saparuddin, Jurnalis LKBN Antara, Fauzi Lamboka kemudian melakukan mediasi dan negosiasi dengan pihak rumah sakit Anutapura.
Salah seorang bidan ruangan mengatakan pihak keluarga harus mengurus jaminan pembayaran dari BPJS kesehatan, yang nantinya dapat diklaim sebelum bayi itu keluar dari rumah sakit.
Penyampaian itu dikuatkan Kepala Ruangan Kasuari RS Anutapura, Rusdiana.
Alternatif lainnya, jika keluarga pasien ingin pulang, dapat membayar dengan tunai sekira Rp515 ribu, untuk tindakan yang dilakukan kepada bayi itu selama 4 hari.
Kadis Kesehatan Kabupaten Donggala, Muzakir Ladoali yang dihubungi atas kasus itu, mengatakan akan meneruskan informasi tersebut kepada tim Fraud Dinkes Donggala, untuk melakukan komunikasi internal bersama pihak rumah sakit dan BPJS Kesehatan.
Komunikasi kembali dilakukan dengan pihak BPJS cabang Palu dengan harapan adanya kemudahan dalam persayaratan administrasi, untuk bayi tersebut.
“Akan dicoba untuk mencari solusinya,” kata Humas BPJS Kesehatan jelang siang hari.
Dengan modal jumlah yang akan dibayarkan ke rumah sakit, beberapa wartawan berinisiatif membuka rekening donasi untuk membantu Saparuddin. Humas Posko Madinah 517, Asriadi dihubungi untuk menjadi rekening penampung donasi.
“Kami yakin, dia orang amanah,” kata Ahmad Banjir.
Dalam waktu satu jam, empat orang donatur telah mengirimkan uang Rp1.230.000. Sekitar pukul 13.52 WITA, donasi pun ditutup, karena dana yang dibutuhakan sudah cukup untuk membayar tunai.
“Saat ingin bayar tunai, beberapa wakil direktur dari RS Anutapura datang ke ruangan perawatan dan menanyakan soal pasien itu,” kata Fauzi.
Pihak rumah sakit menjelaskan bahwa persoalan itu hanya masalah kurangnya komunikasi saja.
Bantuan Sebelum Pulang
Fauzi menuturkan, ketika hendak membayar tunai biaya perawatan bayi dari Saparuddin, pihak BPJS Kesehatan cabang Palu menginformasikan jika Kartu Indonesia Sehat (KIS) atas bayi Fitri dan Saparuddin, telah diterbitkan dan dapat dipergunakan.
“Tim penjamin dari BPJS Kesehatan akan menyelesaikan administrasinya,” kata Humas BPJS Kesehatan cabang Palu, Fitri Choirudin.
Fauzi menjelaskan semua donasi yang disalurkan untuk pembayaran biaya rumah sakit, telah diserahkan secara tunai kepada keluarga Saparuddin, untuk dipergunakan pemulihan sang bayi dan ibunya pascaoperasi.
“Jika ada donasi yang disalurkan setelah pukul 13.52 WITA melalui rekening penampung, maka akan diserahkan lagi kepada keluarga Saparuddin,” ujarnya.
Saparuddin merupakan korban bencana gempa bumi di Kabupaten Donggala yang rumahnya roboh. Saat ini dia dan keluarga hanya tinggal di hunian sementara di bekas rumahnya awal yang sudah diratakakan.
“Saat kami pulangkan, Saparuddin, istri dan bayinya dibawa ke rumah mertuanya,” kata Heru Kaboter, salah seorang jurnalis.
Untuk selanjutnya, jurnalis Ahmad Banjir akan mendampingi proses penyelesaian administrasi jika sewaktu-waktu dibutuhkan dari keluarga Saparuddin.
“Yang belum terjawab, kenapa RS Undata menolak pasien ibu yang hendak melahirkan dengan alasan tidak ada dokter,” kata Fauzi usai mengantarkan keluarga Saparuddin, Kamis (10/1/2019) petang.(TIM)