Peneliti Klaim Pemuda di Sulteng Mulai Malu Gunakan Bahasa Daerah

Deni Karsana, Peneliti Balai Bahasa Sulawesi Tengah

PALU, Kabar Selebes – Ahli bahasa menyebut bahasa lokal di daerah Sulawesi Tengah mulai ditinggalkan, terutama oleh kelompok pemuda.

Padahal guna menjaga persatuan, bahasa daerah harus tetap ada. Meskipun ada bahasa Indonesia, bahasa daerah tidak bisa ditinggalkan untuk menjaga identitas seseorang.

“Masalahnya pemuda sekarang udah malu gitu menggunakan bahasa daerah,” kata Deni Karsana, peneliti di Balai Bahasa Sulawesi Tengah, saat ditemui Rabu (28/10/2020).

Dengan terkikisnya bahasa daerah menurut Deni menyebabkan pemuda generasi sekarang menjadi krisis identitas.

Ia pun menyebut salah satunya di daerah Kabupaten Toli-toli. Berdasarkan penelitian luar negeri, bahasa lokal di daerah itu tak mau lagi dipakai oleh pemuda setempat.

Selain itu, di daerah Mori disebutkan pula beberapa anak suku yang memiliki bahasa lokal keberadaanya sudah mulai punah. “Dari 23 anak suku (Mori) yang masing-masing mempunyai dialek, yang masih eksis tinggal 20. 3 lagi punah karena kawin campur” ungkap Deni.

Hal yang sama juga terjadi dengan Suku kaili sebagai mayoritas penduduk di Sulteng. Deni menyebut salah satu dialek yang sudah punah ialah Roronggonau di daerah Sigi.

“Belum lagi yang di Donggala, Sindue dialek njedu. Itu sudah tidak menggunakan lagi bahasanya,” katanya.

Kasus perang antar kampung yang terjadi pada dahulu kala kata Deni menjadi salah satu faktor hilangnya bahasa lokal ataupun dialek masyarakat.

Selain itu, banyaknya imigrasi masyarakat yang mengakibatkan kemajemukan penduduk menjadi tantangan lain untuk mempertahankan identitas lokal suatu wilayah.

Ketika ditanya perihal upaya yang dilakukan balai bahasa mempertahankan bahasa lokal, pihaknya menyebut telah menggodok pemerintah daerah menghadirkan pembelajaran muatan lokal di Sekolah.

Upaya yang dilakukan kata Deni memang tidaklah mudah. Terlebih saat ini pihaknya sangat kekurangan tim peneliti. Kondisi itu diperparah dengan luasnya lingkup ruang kerja di daerah Sulawesi Tengah.

Sehingga kata dia, peran pemerintah kabupaten/Kota mempertahankan bahasa daerah sangat diperlukan. Jangan sampai justru orang asing datang jauh-jauh untuk meneliti bahasa lokal di Sulawesi Tengah.

Satu hal yang perlu didorong pemerintah kabupaten ataupun kota adalah dengan mendirikan komunitas-komunitas literasi yang berbasis kearifan lokal.

Deni mengharapkan dukungan antara seluruh elemen masyarakat. Tidak bisa satu persatu. Terutama dengan pemerintah daerah. Apalagi tentang regulasi bahasa daerah telah sepenuhnya diberikan kepada Pemda.

“Kalau gak kita siapa lagi, habis bahasa di Sulawesi Tengah,” tandasnya. (ap/fma)

Laporan: Adi Pranata.

Silakan komentar Anda Disini….