PALU, Kabar Selebes – Bantuan 650 perahu yang diberikan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) sejak akhir 2018 lalu, ternyata telah memberikan pengaruh terhadap peningkatan ekonomi nelayan di Kota Palu dan Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah (Sulteng).
Berdasarkan data KIARA, bantuan perahu tersebut diperuntukan bagi 650 keluarga nelayan yang terdampak bencana Tsunami pada 28 September 2018 silam.
Deputy Monitoring, Evaluation and Learning KIARA, Nibras Fadhlillah, mengatakan bantuan perahu nelayan tersebut dibuat dengan cara tradisional dengan menggunakan kearifan lokal berdasarkan permintaan yang dibutuhkan nelayan.
Contohnya, perahu harus dibuat dari kayu yang ketahanannya baik, harus bercadik, dan harus dibuat oleh para pembuat perahu tradisional khas Sulawesi yang berada di Mamuju dan Majene Sulawesi Selatan.
“Pemberian bantuan perahu, mesin serta beberapa alat tangkap bagi nelayan di Sulteng dilakukan sebagai upaya KIARA untuk memulihkan perekonomian nelayan pasca bencana agar lebih mandiri,” ujar Nibras Fadhlillah kepada KabarSelebes.id, Sabtu (19/12/2020).
Ia menuturkan, pendistribusian perahu sekaligus mesin itu, dilakukan oleh KIARA secara bertahap sejak akhir 2018 hingga 2020.
Dimana perahu dan mesin tersebut telah didistribusikan ke lima wilayah pesisir pantai yang ada di Kota Palu dan Kabupaten Donggala, yakni nelayan di Pantai Talise, Lere, Mamboro, Pantoloan hingga Desa Tompe, Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala.
“Total keseluruhan dana yang telah dikeluarkan oleh KIARA kurang lebih Rp3 Miliar, yang mana dalam pembuatan satu buah perahu dan mesinnya diestimasikan sekitar kurang lebih Rp10 Juta per perahu,” sebutnya.
Lebih lanjut Nibras mengatakan, sejauh ini KIARA telah membagikan sebanyak 630 perahu dengan total mesin 500 buah yang telah didistribusikan ke beberapa desa dan kelurahan di Teluk Palu dan Donggala.
Selain memberikan bantuan perahu, KIARA juga memberikan pendampingan kepada nelayan di Palu dan Donggala.
Pendampingan tersebut, berupa pemahaman tentang menjaga ekosistem laut dan bagaimana melakukan mitigasi bencana serta pembinaan mengelola hasil tangkapan di laut.
“Kami sebagai organisasi masyarakat sipil tidak serta memberikan bantuan, lalu meninggalkan begitu saja. Kami tetap dampingi nelayan agar bisa pulih ekonominya dan bisa mandiri, termasuk memberikan bantuan advokasi hukum bagi para nelayan binaan KIARA,” ujar Nibras.
Ia menambahkan, dalam catatan KIARA kini perahu bantuan telah memulihkan secara perlahan ekonomi nelayan dalam setahun terakhir.
Kini, kata dia, rata-rata nelayan bisa mendapatkan penghasilan perharinya sekitar Rp200-Rp700 ribu.
Secara perlahan, para nelayan bisa kembali menyekolahkan anak, menyicil motor yang hilang guna membantu mobilitas kerja.
Bahkan beberapa kelompok nelayan juga berupaya membangun kembali rumah yang sempat rusak dan porak poranda dari hasil menangkap ikan di laut dengan perahu bantuan KIARA.
KIARA juga mentargetkan kelompok perempuan pesisir juga bisa meningkatkan kapasitasnya dalam pengelolaan ikan.
Dalam hal ini memang ada sejumlah tantangan, karena sebagian dari mereka harus tinggal di Huntara atau menumpang di kerabat terdekat yang jauh dari pantai.
“Pelatihan juga diberikan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat,” katanya.
Ketua kelompok nelayan Kelurahan Talise, Arham (51), mengatakan, pasca bencana sejumlah nelayan di Teluk Palu banyak yang mengalami keterpurukan ekonomi.
Bahkan rasa trauma mendalam akibat sebagian keluarga yang menjadi korban Tsunami terus terngiang.
“Tetapi kalau mau terus menerus di pikirkan, prekonomian kita akan terus menurun. Alhamdulilah adanya pembinaan, bantuan dan konsultasi dari KIARA, kini kami nelayan di Teluk Palu dapat bangkit kembali untuk meningkatkan biaya kebutuhan ekonomi,” ujarnya.
Dikatakannya, bantuan dari KIARA sangat menunjang dan membantu aktivitas para nelayan di Kota Palu pasca bencana 2018 lalu.
Pasalnya, selain bantuan perahu beserta mesinnya, ada pula alat tangkap ikan.
Bukan itu saja, KIARA ikut mendampingi dan menuntun para nelayan di Teluk Palu agar lebih optimis maju dan membangkitkan perekonomian secara mandiri tanpa mengharapkan bantuan dari pemerintah.
“Alhamdulillah kami sangat berterima kasih kepada KIARA, karena tidak bisa dipungkiri berkat jasa dan bantuannya saat ini nelayan sanggup meningkatkan perekonomian secara mandiri dan memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa harus menunggu bantuan dari pemerintah,” tandasnya.
Hal senada juga disampaikan salah seorang nelayan Talise, Dadang yang mengaku adanya bantuan dari KIARA cukup membiayai sekolah dan kebutuhan sehari-hari.
“Syukur Alhamdulillah kebutuhan sehari-hari masih bisa dipenuhi, intinya tidak meminta-minta dan berharap bantuan lagi,” katanya.
Sementara itu, salah satu anggota kelompok nelayan Teluk Palu, Asmaun yang berdomosili di Kelurahan Besusu menambahkan, meski dirinya telah mendapatkan bantun dari pemerintah pasca bencana, namun itu tidak sama besarnya dibandingkan dengan bantuan KIARA yang terus memberikan bimbingan secara moril agar bisa bertahan dan bangkit hingga seperti saat ini.
“Selain bantuan perahu dan mesinnya, kami juga mendapatkan pendampingan serta ilmu dasar masalah mitigasi kebencanaan,” ungkapnya.
Asmaun mengeluhkan, saat ini akibat adanya pembangunan tanggul pemecah ombak hampir seluruh nelayan sangat sulit bergerak akibat tidak adanya tambatan perahu.
Sehingga mewakili para nelayan di Teluk Palu, Asmaun berharap kepada pemerintah agar bisa segera mungkin membangunn dermaga tambatan perahu.
“Kami memohon untuk segera merealisasikan dermaga tambatan perahu, karena selama ini perahu yang habis melaut terparkir berantakan. Bahkan ada yang jauh memarkir perahu dari rumah nelayan,” harapnya.
Ia menambahkan, pemerintah terkait juga perlu memperhatikan ancaman buaya yang saat ini sangat meresahkan warga dan mengganggu aktifitas para nelayan.
“Tolong buaya itu, segera ditangkap dan dipindahkan, sebelum menimbulkan korban lebih banyak lagi terutama kami para nelayan yang beraktifitas di sekitaran Teluk Palu,” pungkasnya. (maf/rlm)
Laporan : Mohammad Arief