DONGGALA, Kabar Selebes – 28 September 2018 silam, Sulawesi Tengah diterpa bencana gempa bumi berkekuatan 7,4 SR. Tak hanya memicu terjadinya tsunami, guncangan dahsyat itu juga menyebabkan terjadinya likuifaksi di Petobo, Baloroa, Kota Palu dan sebagian desa Jono Oge, Sibalaya, Kabupaten Sigi.
Akibat bencana alam ini, ribuan nyawa melayang, bahkan luka-luka hingga rumah banyak yang hancur porak poranda.
Dalam rangkaian bencana ini salah satu masyarakat yang paling terdampak adalah masyarakat pesisir terkhusus untuk warga di desa Tompe, Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala. Kurang lebih 200 kepala keluarga (KK) menggantungkan nasibnya dari hasil melaut menjadi korban akibat hantaman gelombang Tsunami.

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) bersama dengan CCFD dan AFD (Agence Française de Développement) setidaknya mencatat terdapat lebih dari 7000 kapal dan alat tangkap nelayan yang rusak akibat bencana gempa dan tsunami.
Atas situasi tersebut, Deputy Monitoring, Evaluation and Learning KIARA Nibras Fadhlillah mangatakan, pemulihan mata pencaharian masyarakat pesisir, khususnya nelayan Teluk Palu dan Donggala, harus menjadi prioritas.
Tak cukup hanya pemulihan, dia bilang pengetahuan terkait mitigasi reduksi bencana dan pengembangan kapasitas lainnya harus diberikan kepada masyarakat. “Termasuk menyertakan perempuan dan inklusif pesisir yang juga menjadi sasaran program KIARA,” ungkapnya, Minggu (19/12/2020).
Kiara sendiri telah memberikan bantuan berupa perahu dan mesin sebesar 5 PK kepada sebanyak 130 nelayan di desa Tompe, Kecamatan Sirenja.
Bantuan dari KIARA ini tidak bisa dipungkiri sangat berdampak besar untuk membangkitkan perekonomian bagi nelayan di wilayah tersebut.
Nelayan di desa Tompe yang sebelumnya harus menunggu waktu lama untuk bisa melaut, kini bisa berakitifitas seperti sedia kala.
Bantuan itu salah satunya dirasakan oleh Aswad (52), Ketua Kelompok Nelayan Desa Tompe, yang juga kordinator Kerukunan Nelayan se- Kecamatan Sirenja Kabupaten Donggala. Dia mengaku terpaksa harus berhenti melaut hampir setahun disebabkan perahu beserta alat tangkap ikan lainnya hancur porak poranda dihantam tsunami.