PALU, Kabar Selebes – Gabungan koalisi lembaga masyarakat sipil, Sulteng Bergerak, resmi berganti nama menjadi Komunitas Celebest Bergerak. Berubahnya nama lembaga advokasi kebencanaan ini dilakukan agar legal di mata hukum dan juga bentuk komitmen untuk memperjuangkan hak penyintas bencana.
“Pada 23 juni 2020 Sulteng Bergerak resmi menjadi lembaga perkumpulan Komunitas Celebes Bergerak dengan nomor AHU-0008767.AH.01.07.TAHUN 2020 dengan menyatakan lembaga ini resmi menjadi lembaga Advokasi kebencanaan di bawah naungah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,” kata Freddy Onora, Kepala Departement dan Advokasi Komunitas Celebest Bergerak kepada KabarSelebes.ID, Kamis (21/01/2021).
Berubahnya nama Sulteng bergerak menjadi Komunitas Celebest Bergerak sendiri sesuai ketentuan sebagai nama yang terdaftar di Kemenkumham tidak boleh membawa nama daerah.
Sebelumnya, lembaga advokasi ini merupakan gabungan dari koalisi masyarakat sipil baik lokal maupun nasional sebagai bentuk respon bencana gempa bumi 28 September 2018 di Kota Palu, Sigi, Donggala, dan Parigi Moutong (Padagimo).
Dijelaskan Freddy pihaknya tidak pernah berpikir koalisi ini akan bekerja sejauh ini bahkan menjadi lembaga yang legal. Dia bilang sebelumnya lembaga ini hanya cukup mengitervensi pada masa tanggap darurat hingga transisi bencana di Padagimo.
Akan tetapi kata dia, pada prosesnya di lapangan pihaknya melihat ada sesuatu hal yang tidak bisa ditangani pemerintah sesuai waktu yang telah ditentukan.
Dia menyebut salah satunya masa transisi bencana di Palu sampai pada rehab rekon yang ditargetkan pemerintah akan selesai dalam waktu dua tahun.
“Yang kami lihat di Lapangan akan sangat tidak memenuhi syarat kalau bencana ini akan selesai dalam waktu dua tahun, akhirnya kami menginisiai mengitervensi sampai pada masa transisi dan rehab rekon,” lanjutnya.
Dia pun mengungkapkan hal itu disebabkan banyak penanganan yang dilakukan pemerintah setempat tidak sesuai dengan perundang-undangan bencana yang telah ditetapkan.
Salah satunya kata dia yakni partisipasi publik atau pelibatan penyintas dalam penentuan kebijakan yang tidak ada digunakan oleh pemerintah.
Oleh sebab itu kata dia, agenda Advokasi yang dilakukan pihaknya dalam pemenuhan hak penyintas harus legal di mata hukum agar pada prosesnya tidak ada kendala pada hal yang bersifat administratif.
“Sehingga lembaga ini menjadi legal standing untuk bisa melakukan gugatan ataupun sengketa,” ujarnya.
Lebih lanjut kata dia, dengan bergantinya nama itu maka secara khusus lembaga ini tidak akan hanya melakukan advokasi di Sulawesi Tengah tetapi lebih luas melingkupi seluruh pulau Sulawesi.
Ke depan pihaknya kata Fredy tidak hanya melakukan Advokasi terhadap penyintas pasca bencana, akan tetapi memastikan bahwa masyarakat di Sulawesi tanggap terhadap mitigasi bencana.
“Kami tidak hanya berhenti disini, harapannya bahkan nanti kurikulum di Sekolah ada membahas tentang mitigasi kebencanaan,” katanya. (ap/fma)
Laporan: Adi Pranata.