POSO, Kabar Selebes – Keluarga Suhariono mantan Kepala SMA Negeri 3 Poso yang menjadi tersangka kasus korupsi dana komite tidak terima terhadap pernyataan Kejari Poso di media yang menyebut Suhariano dijemput secara paksa.
Bahkan keluarga menganggap pihak Kejari Poso telah membohongi publik.
“Kami sayangkan pernyataan Kejari Poso Hamka kepada media yang mengatakan melakukan penjemputan paksa terhadap Suhariono di rumahnya, padahal beliau diantar oleh anaknya ke Kejaksaan,” tegas RY salah satu keluarga Suhariono melalui pesan Instagram ke wartawan KabarSelebes.id Kamis malam (9/9/2021).
Sementara, keluarga lainnya yang tak mau menyebutkan namanya saat menelfon media ini mengatakan, kalau Suhariono yang kini menjadi tersangka sama sekali tidak melakukan korupsi pungutan Dana P3/Dana Komite pada SMAN 3 Poso tahun ajaran 2018/2019. Apa lagi menggunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadinya.
“Darimana bukti dimana dia korupsi,” tanyanya.
Kepada wartawan Senin (6/9/2021) Kepala Kejaksaan Negeri Poso Lapatewe Hamka mengatakan, pelaksanaan eksekusi terhadap mantan Kepala SMAN 3 itu berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 1999 K/PID.SUS/2021 tanggal 19 Juli 2021.
Tersangka dijemput di rumahnya di Kelurahan Gebangrejo Poso Kota dan langsung digelandang ke gedung bundar Kejari Poso untuk melaksanakan putusan Kasasi Mahkamah Agung RI menyusul adanya putusan Pengadilan Negeri Palu yang memvonis dirinya bebas pada tahun 2020 lalu.
Menurutnya, yang bersangkutan terbukti melanggar Pasal 12 Huruf E UU Nomor 31 tahun 1999 terkait perkara penyalahgunaan pungutan Dana P3/Dana Komite pada SMAN 3 Poso tahun ajaran 2018/2019.
Kata Hamka, Suhariono oleh Pengadilan Negeri Palu dinyatakan bebas sebagaimana tertuang dalam putusan Nomor 24/Pid.Sus.TPK/2020/PN.Pal tanggal 20 Oktober 2020. Kemudian Jaksa Penuntut Umum pada Kejari Poso melakukan upaya hukum Kasasi sesuai Akta Permohonan Kasasi Nomor 21/Akta/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Pal tanggal 20 November 2020.
Selain itu, MA juga menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp. 200 juta, dan apabila tidak dibayar maka digantikan dengan penjara kurungan selama 6 bulan.
Kajari Poso LB Hamka merinci, perbuatan terdakwa terbukti bersalah dengan melakukan pungutan dana PPP/Komite, pungutan pembayaran biaya pendaftaran siswa siswi baru, serta pungutan biaya bimbingan belajar (Les).(rdm)
Laporan : Ryan Darmawan