PALU, Kabar Selebes – Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang diadakan pada Jumat (7/7/2023), Komisi C DPRD Kota Palu mengungkapkan beberapa isu terkait lahan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kawatuna Palu.
Komisi C DPRD Palu mempertanyakan keberadaan surat hibah lahan seluas 25 hektar di TPA Kawatuna Palu, yang tercatat sebagai aset Pemerintah Kota (Pemkot) Palu.
Ketua Komisi C DPRD Kota Palu, Ahmad Umaiyer menjelaskan, pada RDP kedua tersebut sengaja mengundang langsung mantan Wali Kota Palu, Hidayat karena tahun 2005 menjabat sebagai Kepala Dinas Kebersihan dan Pertanaman Kota Palu.
Mantan Wali Kota Palu, Hidayat, yang pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Kebersihan dan Pertanaman Kota Palu pada tahun 2005, mengkonfirmasi bahwa pada saat itu lahan tersebut telah dihibahkan dan menjadi hak milik Pemkot Palu.
“Setelah kita cari tahu, ternyata 25 hektar lahan di TPA Kawatuna itu tercatat sebagai aset daerah. Itu berdasarkan keterangan pak Hidayat,” jelasnya.
Selain lahan 25 hektar yang sudah menjadi hibah, terdapat juga 5 hektar dan 2,5 hektar lainnya yang telah menjadi aset Pemkot Palu dan memiliki sertifikat. Totalnya, ada sekitar 29 hektar lahan di TPA Kawatuna yang menjadi aset Pemkot Palu.
Meskipun tercatat sebagai aset daerah, keberadaan surat hibah lahan 25 hektar tersebut masih dipertanyakan. Oleh karena itu, Komisi C DPRD Kota Palu berencana melakukan hearing lanjutan untuk memperjelas status dan mencari keberadaan surat hibah tersebut.
Pada hearing ke tiga mendatang, pihak Komisi C akan mengundang Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palu, BNI Provinsi Sulteng, Dinas Tata Ruang Kota Palu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Palu, Camat, dan Lurah Kawatuna untuk memperjelas keberadaan surat hibah tersebut. Jika surat hibah tidak dapat ditemukan, mereka akan mencari salinan surat tersebut di lembaga-lembaga terkait.
Anggota DPRD Komisi C, Muslimun juga menjelaskan, berdasarkan hasil RDP tersebut, selain 25 hektar yang sudah menjadi hibah, ada 5 hektar dan 2,5 hektar lainnya juga yang telah menjadi aset Pemkot Palu dan sudah memiliki sertifikat.
“Jadi ada sekitar 29 hektar lahan di TPA Kawatuna itu menjadi lahan Pemkot Palu dan itu tercatat di registrasi aset atau aset KIP Kuliah,” jelasnya.
Komisi C juga mempertanyakan kebijakan Wali Kota Palu yang telah memasang harga ganti rugi kepada warga TPA Kawatuna tanpa mengikuti prosedur yang ditetapkan. Menurut aturan, harga lahan seharusnya ditetapkan oleh tim appraisal, tetapi Wali Kota telah menetapkan harga tersebut tanpa prosedur yang benar. Hal ini bisa menjadi temuan yang penting dalam kasus ini.***