PALU, Kabar Selebes — Pernyataan kontroversial dari Tenaga Ahli (TA) Gubernur Sulawesi Tengah, Andika, yang mempertanyakan kontribusi Ahmad Ali, anggota DPR-RI, menuai reaksi tajam dari Relawan BANUATA.
Dalam pernyataan resmi yang dirilis, Relawan BANUATA menegaskan bahwa Ahmad Ali telah menjalankan tugasnya sebagai legislator DPR-RI dengan baik, meliputi fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.
Mhalik Parilele, anggota Presidium Relawan BANUATA, mempertanyakan kompetensi Andika dalam menilai kontribusi seorang anggota dewan. “Respons tersebut sangat tidak pada tempatnya,” ujarnya dalam pernyataan tertulis pada Senin (10/6/2024).
“Tugas tenaga ahli adalah memberikan saran kepada Gubernur Sulteng, bukan terlibat dalam polemik politik. Ini tenaga ahli atau politisi?” lanjutnya.
Mhalik, yang memiliki gelar magister ekonomi dari Universitas Trisakti, mengungkapkan bahwa performa ekonomi tidak hanya dapat diukur dari statistik di atas kertas.
Ia mendukung pandangan Ahmad Ali yang menyebut adanya paradoks ekonomi di Sulawesi Tengah.
Meskipun pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah mencapai 11,91 persen pada 2023, ketimpangan ekonomi masih sangat nyata.
Pertumbuhan ini bahkan melambat sebesar 3,31 persen dibandingkan tahun 2022.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa persentase penduduk miskin meningkat dari 12,33 persen menjadi 12,41 persen pada 2023, menambah lebih dari 7.000 warga yang masih bergelut dengan kemiskinan.
Mhalik juga mengkritik klaim Pemprov Sulteng mengenai peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Menurutnya, klaim peningkatan PAD dari Rp900 miliar menjadi Rp2 triliun tidak dirasakan manfaatnya oleh warga.
“Apa artinya investasi dan pertumbuhan ekonomi jika masyarakat tetap terperangkap dalam kemiskinan? Bahkan, tingkat pengangguran masih mencapai 2,95 persen, dan tingkat kemiskinan ekstrem berada di 1,44 persen,” tegas Mhalik.
Ia menambahkan bahwa Sulawesi Tengah seolah kehilangan program-program pengentasan kemiskinan dan hanya mengikuti kebijakan pemerintah pusat.
Pembangunan infrastruktur besar-besaran masih belum mampu menyediakan akses ke fasilitas dasar seperti air bersih dan listrik di banyak wilayah pedesaan, yang paling terdampak kemiskinan terutama di sektor agraria.
Mhalik menyoroti bahwa kekayaan sumber daya alam Sulawesi Tengah belum dimaksimalkan untuk kesejahteraan masyarakat.
“Gembar-gembor hilirisasi tidak memberikan dampak langsung pada kesejahteraan, terutama dalam pengelolaan Dana Bagi Hasil (DBH),” ujarnya.
Menurutnya, minimnya investasi di bidang pendidikan dan kesehatan menunjukkan adanya kesalahan prioritas dari pemerintah provinsi.
“Bagaimana kita bicara kemajuan, ketika rata-rata lama sekolah hanya 8,96 tahun dan harapan lama sekolah hanya 13,33 tahun?” tanya Mhalik.
Relawan BANUATA menyerukan reformasi kebijakan yang berpihak pada kesejahteraan bersama di Sulawesi Tengah.
“Agar pertumbuhan ekonomi tidak hanya menjadi fatamorgana—indah dilihat tapi tiada manfaat. Situasi ini harus dilihat sebagai alarm bagi para pembuat kebijakan untuk memperbaiki kesalahan,” tegas Mhalik.(**)